DR. Ir. Soekarno



Ir. Soekarno terlahir dengan nama Koesno Sosrodihardjo (lahir 6 Juni 1901 - meninggal 21 Juni 1970) adalah Presiden pertama Indonesia pada periode 1945-1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.

Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila. Ia adalah bapak Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang dicetuskan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jendral Soeharto untuk menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.

Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia. Dia dipaksa lengser dari kekuasaannya saat itu oleh Soeharto, dan berada di bawah tahanan rumah hingga akhir hayatnya.


Nama


Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".

Ejaan nama "Sukarno" sering digunakan dalam bahasa Inggris karena berdasarkan ejaan resmi baru di Indonesia EYD (ejaan yang disempurnakan) sejak tahun 1947, namun di kemudian hari ketika menjadi Presiden RI, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno, karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda), Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.

Di Indonesia dia pun dikenal dengan sebutan "Bung Karno" atau "Pak Karno". Seperti kebanyakan orang Jawa pada umumnya, ia hanya memiliki satu nama , dan di dalam konteks keagamaan, ia pun kadang-kadang disebut sebagai "Achmed Sukarno".


Achmed Soekarno

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.



Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.


Latar Belakang



Soekarno dilahirkan dari rahim seorang ibu keturunan bangsawan Bali bernama Ida Ayu Nyoman Rai beragama Hindu dari Kabupaten Buleleng, sedangkan ayahnya juga seorang bangsawan Jawa bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo yang beragama Islam.

Kedua orang tuanya tersebut bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru, ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Soekarno yang terlahir dengan nama Kusno Sosrodihardjo, lahir di Blitar, Jawa Timur di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), pada tanggal 6 Juni 1901. Sesuai dengan adat Jawa, ia pun berganti nama karena sering sakit pada masa kanak-kanaknya.



Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto, seorang nasionalis masa depan, mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.), sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto.

Keberagaman, yang ada di antara elite berpendidikan kecil koloni itu, membuat Sukarno fasih dalam beberapa bahasa. Selain bahasa Jawa di masa kecilnya, ia pintar berbahasa Sunda, Bali, dan Indonesia, terutama Belanda khususnya. Dia pun cukup mahir dalam bahasa Jerman, Inggris , Perancis, Arab, dan Jepang.

Dibantu pula oleh kemampuan memori fotografis yang dimilikinya dan pikirannya pun dewasa sebelum waktunya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).

Tamat H.B.S. tahun 1920, Pada tahun 1921 Soekarno mulai belajar di Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, masuk teknik sipil, jurusan arsitektur, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.




Dalam studinya, Soekarno "sangat modern", baik dalam ilmu arsitektur dan ilmu politik. Soekarno memiliki pandangan ide-ide dalam berpakaian, dalam perencanaan ibukota imajinernya (akhirnya Jakarta), dan dalam politik sosialisnya, meskipun ia tidak berselera pada seni musik pop modern, ia sempat memenjarakan Koes Plus kala ia menjabat sebagai Presiden RI karena diduga lirik lagu mereka menurunkan reputasinya dalam mempermainkan perempuan. Menurut Sukarno, modernitas buta akan ras, murni, dan bergaya ke Barat-an, serta anti-imperialis.


Masa Pergerakan Nasional



Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal partai pro-kemerdekaan, Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan dan dipimpinnya pada tahun 1927. Ia menentang imperialisme dan kapitalisme karena menurutnya kedua sistem tersebut memperburuk kehidupan rakyat Indonesia.

Dia berharap bahwa Jepang akan memulai perang melawan kekuatan Barat dan kemudian Indonesia bisa mendapatkan kemerdekaan lewat bantuan Jepang. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dihukum dua tahun penjara, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.



Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional.

Namun, semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan. Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. Pada saat dibebaskan, dia menjadi pahlawan yang sangat populer.


Perang Dunia II dan Pendudukan Jepang


Pada awal tahun 1929, selama Kebangkitan Nasional Indonesia , Soekarno dan sesama pemimpin nasionalis Indonesia Mohammad Hatta (kemudian Wakil Presiden), pertama meramalkan Perang Pasifik dan dengan adanya peluang pendudukan Jepang di Indonesia maka dapat menyebabkan kemerdekaan untuk Indonesia.

Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.

Pada Februari 1942, Kekaisaran Jepang menginvasi Hindia Belanda dengan cepat dan mengalahkan barisan pasukan Belanda, bis, dan truk yang ditumpangi Soekarno tiga ratus kilometer menuju Padang , Sumatera Barat. Belanda bermaksud menjadikannya tahanan, namun tiba-tiba meninggalkannya demi menyelamatkan diri.

Jepang memiliki catatan sendiri tentang Soekarno dan mendekatinya dengan rasa hormat dengan maksud ingin menggunakannya untuk mengatur dan menenangkan orang Indonesia.



Di sisi lain Sukarno ingin menggunakan Jepang untuk membebaskan Indonesia :

"Puji syukur Tuhan, Tuhan telah menunjukkan jalan, di lembah Ngarai aku berkata : Ya, kemerdekaan Indonesia hanya dapat dicapai dengan Dai Nippon ... Untuk pertama kalinya dalam seumur hidupku, aku melihat diriku pada cermin Asia ."
Selanjutnya, pasukan pribumi di Sumatera dan Jawa membantu Jepang melawan Belanda tetapi tidak mau bekerja sama dalam memasok bahan bakar penerbangan yang penting bagi upaya perang Jepang. Kesal atas dukungan masyarakat pribumi dalam memasok bahan bakar, Jepang membawa Sukarno kembali ke Jakarta.

Ia membantu Jepang dalam memperoleh bahan bakar penerbangan dan tugas wajib militer, disebut Kerja Paksa dalam bahasa Indonesia dan Romusha dalam bahasa Jepang. Akhirnya Sukarno pun malu dengan perannya di romusha itu.

Ia juga terlibat dengan Peta dan Heiho (pasukan relawan tentara Jawa) melalui pidato yang disiarkan di radio Jepang dan jaringan pengeras suara di seluruh Jawa. Pada pertengahan 1945 unit tersebut telah berjumlah sekitar dua juta, dan sedang mempersiapkan diri untuk mengalahkan pasukan Sekutu yang dikirim untuk memperebutkan Jawa kembali.



Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia.

Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif.

Dia juga menjadi kepala Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Dokuritsu Junbi Cosakai dalam bahasa Jepang, yang diselenggarakan melalui komite Jepang untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia nantinya.

Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.



Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.

Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.

Pada 10 November 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito.

Soekarno dan ketiga tokoh Indonesia tersebut diberi tanda kehormatan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) oleh Kaisar Jepang di Tokyo. Hal tersebut membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, berarti ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri.

Pada tanggal 7 September 1944, dengan pertempuran yang buruk bagi Jepang, Perdana Menteri Koiso menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia, meski tanpa tanggal penetapan. Pengumuman ini terlihat, menurut sejarah resmi AS, sebagai pembenaran besar yang nyata dalam kolaborasi antara Sukarno dengan Jepang. Pada saat itu Amerika Serikat menganggap Sukarno adalah salah satu "pemimpin kolborasi."


Perjuangan Kemerdekaan



Setelah Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, Soekarno, Mohammad Hatta, dan Dr Radjiman Widjodiningrat dipanggil oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.

Namun, keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.



Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta), dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Dokuritsu Junbi Iinkai dalam bahasa Jepang, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.



Terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta dinilai oleh banyak orang sebagai pemimpin yang berkompeten pada waktu itu. Mereka dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok.

Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Awalnya mereka dipaksa oleh kelompok-kelompok pemuda untuk tanpa ragu dalam menyatakan kemerdekaan Indonesia - pemuda pada masa itu merasa bahwa kevakuman kekuasaan (Vacuum Of Power) yang disebabkan oleh berita tentang menyerahnya Jepang harus diupayakan sebagai kesempatan emas dalam mendeklarasikan kemerdekaan sebelum sekutu kembali membentuk pemerintahan kolonial di wilayah tersebut.

Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak - dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang dan khawatir akan pertumpahan darah dan perang yang akan terjadi atas dasar kecurigaan terhadap orang Indonesia yang memberontak melawan Jepang oleh kekuatan sekutu yang segera akan mengambil kekuasaan mereka kembali.

Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia, yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 yang saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim, yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW, yakni Al Qur-an.

Untuk memaksa kebuntuan itu berakhir, ia dan Mohammad Hatta diculik oleh kelompok pemuda Indonesia ke Rengasdengklok, Karawang, tidak jauh dari Jakarta untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.




Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.

Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.



Visi Soekarno 1945 untuk konstitusi Indonesia terdiri dari Pancasila (lima prinsip). Filsafat politik Sukarno terutama bersumber dalam unsur Marxisme , Nasionalisme, dan Islam. Hal ini tercermin dalam gagasan Pancasila versinya ia mengusulkan kepada BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), dimana dukungan awal aslinya disepakati bersama dalam sebuah pidato pada 1 Juni 1945 :
  1. Kebangsaan Indonesia (Indonesian Nationality), penekanan pada Nasionalisme.
  2. Internasionalisme, penekanan tentang kesetaraan dan kemanusiaan.
  3. Musyawarah mufakat (Konsensus Permusyawaratan ), penekanan pada demokrasi perwakilan yang tidak memegang dominasi etnis, namun suara yang sama untuk setiap anggota dewan.
  4. Kesejahteraan Sosial ( Kesejahteraan Sosial ), dipengaruhi Marxis, penekanan pada Sosialisme Kerakyatan.
  5. KeTuhanan Yang Berkebudayaan, Monoteisme.



Dalam pidato yang sama, ia berpendapat bahwa semua prinsip-prinsip bangsa dapat diringkas dalam frase gotong royong. Parlemen Indonesia, didirikan atas dasar konstitusi asli ini(dan kemudian direvisi), terbukti semua tapi tak terkendalikan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antara berbagai perbedaan sosial, politik, dan etnis faksi-faksi agama.


Masa Perang Revolusi


Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno.

Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.

Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive.

Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.

Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda.

Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.


Masa Kemerdekaan



Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS.

Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr. Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun, karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI.

Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya, kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.



Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai.

Bahkan, menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.

Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila.



Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya.

Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya.

Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.




Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

















Kejatuhan



Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia "bercerai" dengan Wakil Presiden Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat "memenuhi" cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera.


Akhir Hayat



Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik oleh penggantinya Soeharto.

Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.

Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut :

1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.

2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.

3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.



Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun, pihak militer memilih Kota Blitar, Jawa Timur, yang merupakan kota kelahirannya, sebagai tempat pemakaman Soekarno. (",)v


Ir. Soekarno


Presiden Indonesia ke-1
Masa jabatan
17 Agustus 194512 Maret 1967(21 tahun)
Wakil Presiden Mohammad Hatta (1945)
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru
Pengganti Soeharto

Lahir 6 Juni 1901
Surabaya, Jawa Timur, Hindia Belanda
Meninggal 21 Juni 1970 (umur 69)
Jakarta, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Partai politik PNI
Suami/Istri Oetari (1921-1923)
Inggit Garnasih (1923-1943)
Fatmawati (1943-1956)
Hartini (1952-1970)
Kartini Manoppo (1959-1968)
Ratna Sari Dewi (1962-1970)
Haryati (1963-1966)
Yurike Sanger (1964-1968)
Kartini Manoppo
Heldy Djafar (1966-1969)
Anak Guntur Soekarnoputra
Megawati Soekarnoputri
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Guruh Soekarnoputra (dari Fatmawati)
Taufan Soekarnoputra
Bayu Soekarnoputra (dari Hartini)
Totok Suryawan (dari Kartini Manoppo)
Kartika Sari Dewi Soekarno (dari Ratna Sari Dewi)
Profesi Insinyur
Politikus
Agama Islam
Tanda tangan

Sumber : Wikipedia©, berbagai sumber lainnya

Wê-Zëd

"Jam ± 05.00 – 05.30 bangun pagi lalu (biasanya lanjut kegiatan MCK, baru->) sholat shubuh, Jam ± 07.15 – 07.20 waktu berangkat ke kantor, Jam ± 12.15 – 13.30 ISHOMA (Istirahat, Sholat Dzuhur, Makan), Jam ± 15.30 (Sholat Ashar di kantor bila memungkinkan), Jam ± 16.00 – 17.00 (pulang ke rumah lanjut ISHOMA), Jam ± 17.45 – 18.30 (kegitan MCK, lanjut) Sholat Maghrib, selanjutnya santai nonton TV sambil ngemil atau makan lagi, Jam ± 19.30 – 20.00 Sholat Isya’, menyambung nonton TV dan lainnya, sekitar Jam ± 22.00 – 23.30 merebahkan diri untuk tidur dan melanjutkan kehidupan hari berikutnya."

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak