Prosedur / Adab-adab Adzan dan Iqomat
*****
عَنْ أَبِي مَحْذُوْرَةَ؛ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَّمَهُ هَذَا اْلأَذَانَ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ.
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ. أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ.
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ
زَادَ إِسْحَاقُ “
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 waktu. Lafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Sejarah adzan dan iqamah
Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi, tetapi beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya.
Asal muasal adzan berdasar hadits
Lafal adzan tersebut diperoleh dari hadits tentang asal muasal adzan dan iqamah:
Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa? Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat." Orang itu berkata lagi, "Maukah kau kuajari cara yang lebih baik?" Dan aku menjawab "Ya!" Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang:
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad, SAW.
Asal muasal iqamah
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan adzan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu beliau apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."
HR Abu Dawud (499), at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa cerita Abdullah bin Zaid tentang mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah (706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini hadits hasan shahih". Juga dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits, seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246), Shahih Abu Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).
Adab adzan
Adapun adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azan
Apabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan untuk menjawab azan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "kHAYYA 'ALASH-SHOLA_t[i]", "kHAYYA 'ALAL_FALA_kH[i]", dan "ASH-SHOLATU_KHOYRUMMINA_NNAWM[i]" {dalam azan Subuh).
Bila muazin mengucapkan "kHAYYA 'ALASH-SHOLA_t[i]" atau "kHAYYA 'ALAL_FALA_kH[i]", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "LA kHAULA WA LA QUWWATA ILLA BILLAHIL 'ALIYYIL 'ADZIM" yang artinya "Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah".
Dan bila muazin mengucapkan "ASH-SHOLATU_KHOYRUMMINA_NNAWM[i]" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "SHODAQTA WA BARARTA WA ANA 'ALA DZALIKA MINASY-SYAHIDIN" yang artinya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu".
Azan - Wiki
*****
Do'a setelah adzan
Mungkin bagi kita seorang muslim tidak asing lagi dengan satu do`a ini. Karena sejak kecil kita sudah diajarkan do`a ini oleh guru-guru TPA, kalaupun tidak ada TPA biasanya pelajaran agama di SD juga disuruh menghafal. Di sini kembali kita ingat agar apa yang kita panjatkan bisa paham artinya apa. Berikut lafal adzan tersebut:
ALLOOHUMMA ROBBA HAADZIHIDDA' WATITTAMMAH. WASHOLAATIL QOOIMAH. AATI MUHAMMADA NILWASIILAH. WAL FADHIILATA WAB'ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDANILLADZII WA'ADTAH(Innaka Laa Tukhlifu Al-Mi'aad)
artinya:"Ya Allah, Rabb Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan, Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. [Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji].”
mengenai tambahan do`a di akhir yaitu “Innaka Laa Tukhlifu Al-Mi’aad” ada khilafiyah di antara ulama, Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa tambahan itu tidak ditetapkan dalam hadits yang kuat dan haditsnya cacat, karena kebanyakan perawi hadits yang meriwayatkan hadits ini tidak mencantumkan kalimat itu. Seandainya kalimat itu bagian dari doa, mestinya tidak boleh dihilangkan karena posisinya sebagai doa dan pujian. Jika itu bagian dari doa dan pujian, maka tidak boleh kalimat itu dihilangkan karena itu digunakan untuk beribadah.
Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa sanad hadits ini shahih dan kalimat itu dibaca pada doa setelah adzanserta tidak bertentangan dengan hadits selainnya. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini dan yang menyahihkan hadits ini adalah Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dan berkata bahwa sanad hadits ini adalah shahih yang ditakhrij oleh Al-Baihaqi dengan sanad shahih.Ditakhrij oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan, I, 410 dan lihat Fatawa Al-Lajnah, VI, 88, dan Fatawa Samahatuhu, Rahimahullah, X,364-365.
Semoga bisa menjadi pengingat kita kembali tentang do`a yang penting tersebut. Dan apa yang kitapanjtakan kita bener-bener paham sehingga bisa menghayati. Allahu`alam bishshowab.
Sumber
- Disyariatkan mengumandangkan adzan jika tiba waktu sholat ( HR Bukhari, Muslim ).
- Muaddzin ( orang yang mengumandangkan adzan ) dianjurkan berwudlu lebih dulu ( HR Tirmidzi ). Makruh hukumnya adzan tanpa wudlu ( Abu Dawud ).
- Disunnahkan menyerukan adzan dengan suara yang keras dan lantang, karena tujuan adzan adalah untuk memanggil orang banyak agar melaksanakan sholat berjamaah. Tidak seorangpun jin, manusia atau apa saja yang mendengar betapa keras suara muaddzin, melainkan menjadi saksi baginya pada hari kiamat. ( HR Bukhari, Nasa’i, Ibnu Majah ).
- Disunnahkan memilih orang yang ternyaring suaranya untuk adzan ( Abu Dawud ).
- Lafadz adzan adalah :
Artinya:
Allah Maha Besar 2x
-
Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah 2x
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah 2x
Marilah mengerjakan sholat 2x
Marilah menuju kemenangan 2x
Allah Maha Besar 2x
Tiada Ilah selain Allah - Kalimat-kalimat dalam iqomat sama dengan kalimat-kalimat dalam adzan, hanya jumlahnya diganjilkan ( HR Nasa’i, Abu Dawud, Tirmidzi ).
- Adzan diserukan dengan alunan lambat, sedangkan iqomat diserukan dengan nada cepat tetapi jelas. ( Tirmidzi ).
- Pada saat adzan shubuh, ditambah kalimat:
Artinya:
“Sholat itu lebih baik daripada tidur”, 2x ( HR Tirmidzi, Abu Dawud )
- - Imam bertanggung jawab terhadap makmum dalam mengimami. Dan muaddzin bertanggung jawab dalam menjaga waktu sholat, agar jamaah menunaikan sholat pada waktu yang benar. ( HR Tirmidzi ).
- Disunnahkan melantunkan adzan di tempat yang tinggi seperti bukit atau menara. ( HR Abu Dawud ).
- Disunnahkan adzan dengan berdiri. ( HR Bukhari, Muslim ).
- Sebaiknya orang yang iqomat adalah orang yang adzan. ( HR Tirmidzi ).
- Muaddzin hendaknya memasukkan jari telunjuknya ke telinga ketika adzan. ( HR Tirmidzi ).
- Muaddzin disunnahkan memiringkan kepala ke kiri ketika menyerukan kalimat:
( Hayya ‘alashsholaat..)
Artinya: Marilah sholat 2x.
lalu ke kanan ketika kalimat:
( Hayya ‘alal falaah…)
“Marilah menuju kemenangan” 2x.
- - Orang yang mendengar adzan disunnahkan menjawab adzan dengan ucapan yang sama yang dilantunkan oleh muaddzin, kecuali ketika mendengar kalimat:
“ Hayya ‘alashsholaat” 2x, “ Hayya a’lal falaah” 2x
Dijawab dengan:
( Laa khaula wala quwwata illa billah )
“ Tidak ada daya dan kekuatan kecuali pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung”
- - Disunnahkan membaca do’a setelah mendengar seruan adzan, sbb:
Artinya :
“ Ya Allah, Rabb dakwah yang sempurna ini. Dan sholat yang didirikan. Berilah kepada Tuan kami Muhammad ‘wasilah’ dan ‘fadhilah’. Dan angkatlah ia ke kedudukan yang terpuji, sebagaimana Engkau janjikan kepadanya. Sesungguhnya Engkau tidak pernah ingkar janji.” ( HR Bukhari ). Juga disunnahkan membaca sholawat ( HR Muslim ).
- - Tidak boleh menggaji seorang muaddzin. Lebih utama adzan secara sukarela. ( HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i ).
- Jangan keluar dari masjid setelah mendengar adzan, kecuali karena batal wudlu atau sesuatu yang sangat mendesak. ( HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i ). Sebaiknya kita sudah duduk dalam shaf sebelum waktu sholat tiba dalam keadaan sudah berwudlu.
- Muaddzin ditugaskan menunggu Imam. Jangan iqomat sebelum Imam datang. ( HR Muslim, Tirmidzi ).
- Wanita hanya boleh adzan dan iqomat untuk jama’ah kaum wanita. ( HR Hakim ).
- Sebaiknya tetap menyerukan adzan dan iqomat walaupun dalam perjalanan. ( HR Tirmidzi ). Di samping memberitahu waktu sholat kepada musafir yang lain, juga sebagai dakwah agar mereka sholat dengan berjamaah jika memungkinkan.
- Syarat-syarat sah menjadi muaddzin: 1> Islam, 2> Tamyiz ( sudah bisa membedakan yang baik dan tidak baik ). Tidak sah adzannya anak kecil yang belum tamyiz. 3> laki-laki. Tidak sah adzannya seorang wanita kepada jamaah laki-laki. 4> Kalimat adzan tertib ( urutannya benar ), 5> Kalimat adzan tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain selain kalimat adzan. 6> Adzan dengan suara yang lantang dan keras.
*****
عَنْ أَبِي مَحْذُوْرَةَ؛ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَّمَهُ هَذَا اْلأَذَانَ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ.
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ. أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ.
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ
زَادَ إِسْحَاقُ “
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
- ALLAHU AKBAR[u] _ ALLAHU AKBAR[u] (2 kali); artinya: "Allah Maha Besar, Allah Maha Besar"
- ASYHADU AnLA ILAHA ILLALLAH[u] (2 kali) "Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan selain Allah"
- ASYHADU ANNA MUkHAMMADA_RROSUWLULLAH[i] (2 kali) "Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah"
- kHAYYA 'ALASH-SHOLA_t[i] (2 kali) "Mari menunaikan salat"
- kHAYYA 'ALAL_FALA_kH[i] (2 kali) "Mari meraih kemenangan"
- ASH-SHOLATU_KHOYRUMMINA_NNAWM[i] (2 kali) "Shalat itu lebih baik daripada tidur" (hanya diucapkan dalam azan Subuh)
- ALLAHU AKBAR[u] _ ALLAHU AKBAR[u] (1 kali) "Allah Maha Besar, Allah Maha Besar"
- LA ILAHA ILLALLAH[u] (1 kali) "Tiada sesembahan selain Allah"
Sejarah adzan dan iqamah
Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi, tetapi beliau menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya.
Asal muasal adzan berdasar hadits
Lafal adzan tersebut diperoleh dari hadits tentang asal muasal adzan dan iqamah:
Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa? Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat." Orang itu berkata lagi, "Maukah kau kuajari cara yang lebih baik?" Dan aku menjawab "Ya!" Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang:
- ALLAHU AKBAR[u] _ ALLAHU AKBAR[u]
- ASYHADU AnLA ILAHA ILLALLAH[u]
- ASYHADU ANNA MUkHAMMADA_RROSUWLULLAH[i]
- kHAYYA 'ALASH-SHOLA_t[i] (2 kali)
- kHAYYA 'ALAL_FALA_kH[i] (2 kali)
- ALLAHU AKBAR[u] _ ALLAHU AKBAR[u]
- LA ILAHA ILLALLAH[u]
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad, SAW.
Asal muasal iqamah
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan adzan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:
- ALLAHU AKBAR[u] _ ALLAHU AKBAR[u]
- ASYHADU AnLA ILAHA ILLALLAH[u]
- ASYHADU ANNA MUkHAMMADA_RROSUWLULLAH[i]
- kHAYYA 'ALASH-SHOLA_t[i]
- kHAYYA 'ALAL_FALA_kH[i]
- QOD_QOMATISH-SHOLAT[u] (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
- ALLAHU AKBAR[u] _ ALLAHU AKBAR[u]
- LA ILAHA ILLALLAH[u]
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu beliau apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."
HR Abu Dawud (499), at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa cerita Abdullah bin Zaid tentang mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah (706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini hadits hasan shahih". Juga dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits, seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246), Shahih Abu Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).
Adab adzan
Adapun adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
- muazin hendaknya tidak menerima upah dalam melakukan tugasnya;
- muazin harus suci dari hadas besar, hadas kecil, dan najis;
- muazin menghadap ke arah kiblat ketika mengumandangkan azan;
- ketika membaca hayya ‘ala as-salah muazin menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kanan dan ketika membaca hayya ‘ala al-falah menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kiri;
- muazin memasukkan dua anak jarinya ke dalam kedua telinganya;
- suara muazin hendaknya nyaring;
- muazin tidak boleh berbicara ketika mengumandangkan azan;
- orang-orang yang mendengar azan hendaklah menyahutnya secara perlahan dengan lafal-lafal yang diucapkan oleh muazin, kecuali pada kalimat hayya ‘ala as-salah dan hayya ‘ala al-falah yang keduanya disahut dengan la haula wa la quwwata illa bi Allah (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah);
- setelah selesai azan, muazin dan yang mendengar azan hendaklah berdoa: Allahumma rabba hazihi ad-da’wah at-tammah wa as-salati al-qa’imah, ati Muhammadan al-wasilah wa al-fadilah wab’ashu maqaman mahmuda allazi wa’adtahu (Wahai Allah, Tuhan yang menguasai seruan yang sempurna ini, dan salat yang sedang didirikan, berikanlah kepada Muhammad karunia dan keutamaan serta kedudukan yang terpuji, yang telah Engkau janjikan untuknya [HR. Bukhari]). (KYP3095)
Menjawab azan
Apabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan untuk menjawab azan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "kHAYYA 'ALASH-SHOLA_t[i]", "kHAYYA 'ALAL_FALA_kH[i]", dan "ASH-SHOLATU_KHOYRUMMINA_NNAWM[i]" {dalam azan Subuh).
Bila muazin mengucapkan "kHAYYA 'ALASH-SHOLA_t[i]" atau "kHAYYA 'ALAL_FALA_kH[i]", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "LA kHAULA WA LA QUWWATA ILLA BILLAHIL 'ALIYYIL 'ADZIM" yang artinya "Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah".
Dan bila muazin mengucapkan "ASH-SHOLATU_KHOYRUMMINA_NNAWM[i]" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "SHODAQTA WA BARARTA WA ANA 'ALA DZALIKA MINASY-SYAHIDIN" yang artinya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu".
Azan - Wiki
*****
Do'a setelah adzan
Mungkin bagi kita seorang muslim tidak asing lagi dengan satu do`a ini. Karena sejak kecil kita sudah diajarkan do`a ini oleh guru-guru TPA, kalaupun tidak ada TPA biasanya pelajaran agama di SD juga disuruh menghafal. Di sini kembali kita ingat agar apa yang kita panjatkan bisa paham artinya apa. Berikut lafal adzan tersebut:
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ،
وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ،
آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ،
وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ،
[إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ،
آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ،
وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ،
[إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
ALLOOHUMMA ROBBA HAADZIHIDDA' WATITTAMMAH. WASHOLAATIL QOOIMAH. AATI MUHAMMADA NILWASIILAH. WAL FADHIILATA WAB'ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDANILLADZII WA'ADTAH(Innaka Laa Tukhlifu Al-Mi'aad)
artinya:"Ya Allah, Rabb Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan, Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. [Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji].”
mengenai tambahan do`a di akhir yaitu “Innaka Laa Tukhlifu Al-Mi’aad” ada khilafiyah di antara ulama, Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa tambahan itu tidak ditetapkan dalam hadits yang kuat dan haditsnya cacat, karena kebanyakan perawi hadits yang meriwayatkan hadits ini tidak mencantumkan kalimat itu. Seandainya kalimat itu bagian dari doa, mestinya tidak boleh dihilangkan karena posisinya sebagai doa dan pujian. Jika itu bagian dari doa dan pujian, maka tidak boleh kalimat itu dihilangkan karena itu digunakan untuk beribadah.
Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa sanad hadits ini shahih dan kalimat itu dibaca pada doa setelah adzanserta tidak bertentangan dengan hadits selainnya. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini dan yang menyahihkan hadits ini adalah Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dan berkata bahwa sanad hadits ini adalah shahih yang ditakhrij oleh Al-Baihaqi dengan sanad shahih.Ditakhrij oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan, I, 410 dan lihat Fatawa Al-Lajnah, VI, 88, dan Fatawa Samahatuhu, Rahimahullah, X,364-365.
Semoga bisa menjadi pengingat kita kembali tentang do`a yang penting tersebut. Dan apa yang kitapanjtakan kita bener-bener paham sehingga bisa menghayati. Allahu`alam bishshowab.
Sumber