Sholat Sunnah Istikhoroh / Istikharah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkb-su4d55l15uBQOGIj4OBEk2isDWy0XBvXld5SaSIkwkS8svOkWVu4dTTdTKZ1MaWcvAVKQe6ZN1UW-7XC-m78viNRDZ-p15CTU_whfMDVqamFwNbr2bVtq3ob5pDfYYUSmjq7N62Q/

Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat butuh pada pertolongan Allah dalam setiap urusan-Nya. Yang mesti diyakini bahwa manusia tidak mengetahui perkara yang ghoib. Manusia tidak mengetahui manakah yang baik dan buruk pada kejadian pada masa akan datang. Oleh karena itu, di antara hikmah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, Dia mensyariatkan do’a supaya seorang hamba dapat bertawasul pada Rabbnya untuk dihilangkan kesulitan dan diperolehnya kebaikan.

Seorang muslim sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikit pun bahwa yang mengatur segala urusan adalah Allah Ta’ala. Dialah yang menakdirkan dan menentukan segala sesuatu sesuai yang Dia kehendaki pada hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (68) وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ (69) وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآَخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (70)

“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Rabb (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. Al Qashash: 68-70)

Al ‘Allamah Al Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Sebagian ulama menjelaskan: tidak sepantasnya bagi orang yang ingin menjalankan di antara urusan dunianya sampai ia meminta pada Allah pilihan dalam urusannya tersebut yaitu dengan melaksanakan shalat istikhoroh.”

Yang dimaksud istikhoroh adalah memohon kepada Allah manakah yang terbaik dari urusan yang mesti dipilih salah satunya.

Dalil Disyariatkannya Shalat Istikhoroh

Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ – ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ – خَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – قَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – فَاقْدُرْهُ لِى ، وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan. Beliau mengajari shalat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari Al Qur’an. Kemudian beliau bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu, lalu hendaklah ia berdo’a:
Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih

Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya.”[3]

Faedah Mengenai Shalat Istikhoroh

Pertama: Hukum shalat istikhoroh adalah sunnah dan bukan wajib. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ

“Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu”

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi seseorang, lalu ia bertanya mengenai Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat lima waktu sehari semalam.” Lalu ia tanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ « لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ »

“Apakah aku memiliki kewajiban shalat lainnya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Tidak ada, kecuali jika engkau ingin menambah dengan shalat sunnah.”

Kedua: Dari hadits di atas, shalat istikhoroh boleh dilakukan setelah shalat tahiyatul masjid, setelah shalat rawatib, setelah shalat tahajud, setelah shalat Dhuha dan shalat lainnya. Bahkan jika shalat istikhoroh dilakukan dengan niat shalat sunnah rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu berdoa istikhoroh setelah itu, maka itu juga dibolehkan. Artinya di sini, dia mengerjakan shalat rawatib satu niat dengan shalat istikhoroh karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ

“Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu.” Di sini cuma dikatakan, yang penting lakukan shalat dua raka’at apa saja selain shalat wajib.

Al ‘Iroqi mengatakan, “Jika ia bertekad melakukan suatu perkara sebelum ia menunaikan shalat rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu ia shalat tanpa niat shalat istikhoroh, lalu setelah shalat dua rakaat tersebut ia membaca doa istikhoroh, maka ini juga dibolehkan.”

Ketiga: Istikhoroh hanya dilakukan untuk perkara-perkara yang mubah (hukum asalnya boleh), bukan pada perkara yang wajib dan sunnah, begitu pula bukan pada perkara makruh dan haram. Alasannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan.” Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abi Jamroh bahwa yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah khusus walaupun lafazhnya umum. Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits tersebut bahwa istikhoroh hanya khusus untuk perkara mubah atau dalam perkara sunnah (mustahab) jika ada dua perkara sunnah yang bertabrakan, lalu memilih manakah yang mesti didahulukan.”

Contohnya, seseorang tidak perlu istikhoroh untuk melaksanakan shalat Zhuhur, shalat rawatib, puasa Ramadhan, puasa Senin Kamis, atau mungkin dia istikhoroh untuk minum sambil berdiri ataukah tidak, atau mungkin ia ingin istikhoroh untuk mencuri. Semua contoh ini tidak perlu lewat jalan istikhoroh.

Begitu pula tidak perlu istikhoroh dalam perkara apakah dia harus menikah ataukah tidak. Karena asal menikah itu diperintahkan sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (QS. An Nur: 32)

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ

“Wahai para pemuda, jika salah seorang di antara kalian telah mampu untuk memberi nafkah, maka menikahlah.” Namun dalam urusan memilih pasangan dan kapan tanggal nikah, maka ini bisa dilakukan dengan istikhoroh.

Sedangkan dalam perkara sunnah yang bertabrakan dalam satu waktu, maka boleh dilakukan istikhoroh. Misalnya seseorang ingin melakukan umroh yang sunnah, sedangkan ketika itu ia harus mengajarkan ilmu di negerinya. Maka pada saat ini, ia boleh istikhoroh.

Bahkan ada keterangan lain bahwa perkara wajib yang masih longgar waktu untuk menunaikannya, maka ini juga bisa dilakukan istikhoroh. Semacam jika seseorang ingin menunaikan haji dan hendak memilih di tahun manakah ia harus menunaikannya. Ini jika kita memilih pendapat bahwa menunaikan haji adalah wajib tarokhi (perkara wajib yang boleh diakhirkan).

Keempat: Istikhoroh boleh dilakukan berulang kali jika kita ingin istikhoroh pada Allah dalam suatu perkara. Karena istikhoroh adalah do’a dan tentu saja boleh berulang kali. Ibnu Az Zubair sampai-sampai mengulang istikhorohnya tiga kali. Dalam shahih Muslim, Ibnu Az Zubair mengatakan,

إِنِّى مُسْتَخِيرٌ رَبِّى ثَلاَثًا ثُمَّ عَازِمٌ عَلَى أَمْرِى

“Aku melakukan istikhoroh pada Rabbku sebanyak tiga kali, kemudian aku pun bertekad menjalankan urusanku tersebut.”

Kelima: Do’a shalat istikhoroh yang lebih tepat dibaca setelah shalat dan bukan di dalam shalat. Alasannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ …

“Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu, lalu hendaklah ia berdo’a: “Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika …”

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah mengatakan, “Aku tidak mengetahui dalil yang shahih yang menyatakan bahwa do’a istikhoroh dibaca ketika sujud atau setelah tasyahud (sebelum salam) kecuali landasannya adalah dalil yang sifatnya umum yang menyatakan bahwa ketika sujud dan tasyahud akhir adalah tempat terbaik untuk berdo’a. Akan tetapi, hadits ini sudah cukup sebagai dalil tegas bahwa do’a istikhoroh adalah setelah shalat. ”

Keenam: Istikhoroh dilakukan bukan dalam kondisi ragu-ragu dalam satu perkara karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ

“Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu”. Begitu pula isi do’a istikhoroh menunjukkan seperti ini. Oleh karena itu, jika ada beberapa pilihan, hendaklah dipilih, lalu lakukanlah istikhoroh. Setelah istikhoroh, lakukanlah sesuai yang dipilih tadi. Jika memang pilihan itu baik, maka pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek, maka nanti akan dipersulit."[15]

Ketujuh: Sebagian ulama menganjurkan ketika raka’at pertama setelah Al Fatihah membaca surat Al Kafirun dan di rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas. Sebenarnya hal semacam ini tidak ada landasannya. Jadi terserah membaca surat apa saja ketika itu, itu diperbolehkan.

Kedelepan: Melihat dalam mimpi mengenai pilihannya bukanlah syarat dalam istikhoroh karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal ini. Namun orang-0rang awam masih banyak yang memiliki pemahaman semacam ini. Yang tepat, istikhoroh tidak mesti menunggu mimpi. Yang jadi pilihan dan sudah jadi tekad untuk dilakukan, maka itulah yang dilakukan. Terserah apa yang ia pilih tadi, mantap bagi hatinya atau pun tidak, maka itulah yang ia lakukan karena tidak dipersyaratkan dalam hadits bahwa ia harus mantap dalam hati. Jika memang yang jadi pilihannya tadi dipersulit, maka berarti pilihan tersebut tidak baik untuknya. Namun jika memang pilihannya tadi adalah baik untuknya, pasti akan Allah mudahkan.

Tata Cara Istikhoroh

Pertama: Ketika ingin melakukan suatu urusan yang mesti dipilih salah satunya, maka terlebih dahulu ia pilih di antara pilihan-pilihan yang ada.

Kedua: Jika sudah bertekad melakukan pilihan tersebut, maka kerjakanlah shalat dua raka’at (terserah shalat sunnah apa saja sebagaimana dijelaskan di awal).

Ketiga: Setelah shalat dua raka’at, lalu berdo’a dengan do’a istikhoroh:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ – ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ – خَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – قَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – فَاقْدُرْهُ لِى ، وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ

Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.

[Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya]

Keempat: Lakukanlah pilihan yang sudah dipilih di awal tadi, terserah ia merasa mantap atau pun tidak dan tanpa harus menunggu mimpi. Jika itu baik baginya, maka pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek, maka pasti ia akan palingkan ia dari pilihan tersebut.

Demikian penjelasan kami mengenai panduan shalat istikhoroh. Semoga bermanfaat.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Diselesaikan di Pangukan-Sleman, di sore hari menjelang Maghrib, 15 Rabi’ul Awwal 1431 H (01/03/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
*****

Keterangan tentang Sholat Istikhoroh.
  1. Tidak menyesal orang yang beristikhoroh kepada Sang Pencipta dan bermusyawarah dengan orang mukmin dan berhati-hati dalam menangani persoalannya. Sebagaiman Firman Allah :
    “dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imron :159)
  2. Sholat Istikhoroh hukumnya sunnah
  3. Tidak ada sholat Istikhoroh khusus untuk urusan jodoh, dimana bacaan doa-nyapun dikait2kan dengan masalah pilihan jodoh. Mengenai sholat Istikhoroh jenis ini, haditsnya lemah (dho’if), sehingga tidak bisa diamalkan, yang mana haditsnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, Ibnu Hibban dan Thabrany , semua dari jalan Ayyub bin khalid bin Abi Ayyub Al Anshory. Dia ini (Ayyub bin Khalid) adalah perawi yang lemah, sehingga riwayatnya tidak bisa di terima.
  4. Boleh melakukan sholat Istikhoroh kapan waktu saja, siang atau malam, sesudah sholat wajib atau sebelumnya.
  5. Doa Istikhoroh dilakukan setelah sholat Istikhoroh
  6. Boleh membaca surat apa saja sesudah Al Fatihah dalam sholat Istikhoroh, karena tidak ada dalil yang menetapkan bacaan surat tertentu.
  7. Tidak ada keterangan bahwa seeorang apabila sudah sholat akan bermimpi, melihat sesuatu, atau lapang dadanya. Ini semua adalah dusta tahayul2 karangan nenek moyang belaka yang tidak berlandaskan dalil.
  8. Yang penting, Istikhoroh adalah ibadah. Ibadah harus ikhlas dan sesuai dengan contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Istikhoroh juga termasuk zikir kepada Allah, dan zikir kepada Allah akan membuat hati menjadi tenang.
  9. Seorang muslim harus ridho dengan qadha (ketntuan) dan qadar (takdir) Allah dan apa yang ia peroleh insya Allah itu yang terbaik buat dirinya.
  10. Harus kita perhatikan dalam hal Istikhoroh, apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling faham tentang maksud Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  11. Sholat Istikhoroh cukup dilakukan sekali menurut hajat yang dibutuhkan, adapun berulang kali sampai tujuh kali tidak ada dalil maupun contohnya.
***** Sumber *****

Sholat istikharah boleh dilaksanakan kapan saja, baik siang maupun malam. Kalau dilakukan malam hari pada saat shalat tahajjud karena memang waktu seperti itu sangat utama. Namun intinya adalah ketika kita menghadapi persoalan yang berat maupun yang ringan. Dalam hadis Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila salah seorang diantar kalian berniat melakukan suatu urusan, hendaklah dia sholat dua raka’at yang bukan fardhu kemudian hendaklah dia berdo’a , “Allahumma…” (HR Bukhari)

Dalam hadits tersebut dijelaskan waktunya adalah kapan saja dan tidak terikat. Oleh karena itu Imam An-Nawawi berkata, “Istikharah disunnahkan dilaksanakan di segala kondisi sebagaimana dijelaskan oleh nash hadis di atas.” (Al-Adzkar) hal tersebut juga dikemukakan oleh Ibnu Hajar Al-Asqolani (Fathul Bari 11/184)

Dalam hadis tidak dijelaskan bagaimana jawaban akan diberikan, meskipun Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar menyatakan hendaklah orang tersebut memilih sesuai dengan pilihan hatinya (hatinya menjadi contong terhadap suatu pilihan setelah sholat).

Tetapi pendapat tersebut ditentang oleh sejumlah ulama karena hadis yang menjadi rujukan Imam Nawawi adalah hadis dhoif. Para ulama hanya menegaskan bahwa jangan memilih pilihan yang ada sebelumnya yang hanya berdasarkan kepada hawa nafsu (Fathul bari 11/187)

Jadi yang seharus dilakukan adalah, setelah kita melaksanakan sholat istikharah kita pilih mana yang terbaik (berazam) dan meyerahkan segala urusannya pada Allah. Karena kalau pilhan tersebut adalah pilihan yang terbaik, maka Allah akan memudahkannya bagi orang tersebut dan akan memberkahinya. Tetapi jika hal tersebut adalah sebaliknya maka Allah akan memalingkannya dan memudahkan orang tersebut kepada kebaikan dengan idzin-Nya. (Bughyatul Mutathowwi’ Fi Sholat At-Tathowwu’ hal 105)

Kami tidak mendapatkan dalil shohih yang menjelaskan tentang batasan minimum maupun maksimum pelaksanaan sholat istikharah. Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu sunni dari Anas r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Anas, apabila engkau berniat melaksanakan suatu urusan, maka minta pilihan pada tuhanmu mengenai urusan tersebut tujuh kali, kemudian perhatikan mana urusan yang pertama dipilih oleh hatimu, karena kebikan ada padanya.”

Hadis di atas dihoif sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Hajar, “Sanadnya dhoif sekali.” (Fathul Bari 11/187). Al-Iroqi berkata, “Mereka (para rowi) memang terkenal tetapi di antara mereka ada rowi yang terkenal dengan kedhoifannya (bahkan sangat dhoif) yaitu Ibrohim bin Al-Baro” (Kitab Al-Adzkar An-Nawawi dan Tuhfatul Abror As-Suyuthi hal 162-163)

Apakah Jawabannya Selalu Lewat Mimpi?

Tidak ada satu keterangan pun yang menjelaskan bahwa hasil dari sholat istikharah akan ada pada mimpi. Sejumlah ulama di antaranya Imam An-Nawawi menyatakan bahwa pilihan akan diberikan kepada orang yang melaksanakan sholat tersebut dengan dibukakan hatinya untuk menerima atau melakukan suatu hal.

Tetapi pendapat ini ditentang oleh sejumlah ulama diantaranya Al-’Iz bin Abdis-Salam, Al-Iroqi dan Ibnu Hajar. Bahwasanya orang yang telah melaksanakan sholat istikharah hendaklah melaksanakan apa yang telah diazamkannya, baik hatinya menjadi terbuka maupun tidak tidak.

Ibnu Az-Zamlakani berkata, “Apabila seseorang melaksanakan sholat istikharah dua rakaat karena sesuatu hal, maka hendaklah ia mengerjakan apa yang memungkinkan baginya, baik hatinya menjadi terbuka untuk melakukannya atau tidak, karena sesungguhnya kebaikan ada pada apa yang dia lakukan meskipun hatinya tidak menjadi terbuka.” Beliau berpendapat karena dalam hadis Jabir tidak dijelaskan adanya hal tersebut (Thobaqot Asy-Syafi’iyah/ Ibnu As-Subki 9/206).

Sedangkan hadis Anas bin Malik yang dijadikan alasan oleh Imam Nawawi didhoifkan oleh sejumlah ulama (Fathul Bari 11/187)

Wallahu a’lam.
*****

Penampakan atau mimpi setelah melaksanakan shalat istikharah?

Pertanyaan:
Kata orang-orang bahwa ketika seseorang melakukan shalat Istikharah maka dia akan merasakan pengalaman seperti penampakan atau mimpi. Saya telah melaksanakan shalat istikharah beberapa kali namun tidak pernah mendapatkan 'penampakan' ataupun mimpi. Apakah ini berarti shalat istikharah saya salah atau bagaimana?

Jawaban:
Shalat Istikharah dilakukan guna menemukan keputusan yang terbaik dengan memohon bantuan Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang lemah. Manusia memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan. Allah SWT Maha Segala-galanya. Dia Maha Mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk kita. Untuk itu sebagai hambaNya kita selalu meminta bimbingan serta petunjuk atas hidup kita. Kita harus yakin bahwa jika kita berserah diri kepada Allah SWT maka Dia akan membantu kita.

Di zaman sekarang sering kita lihat sebagian orang mempraktekkan berbagai macam takhayul untuk membantu mereka memilih dan membuat suatu keputusan dalam hidup. Sebagian orang menggunakan media membaca telapak tangan. Masyarakat Arab pagan (masa lalu) menggunakan media anak panah atau arah burung. Jika ada seekor burung terbang ke satu arah maka dianggap itu pertanda buruk dan jika si burung tersebut terbang ke arah lainnya maka itu dianggap sebagai pertanda baik.

Islam tidak mengenal takhayul. Islam mengajarkan prinsip dasar bahwa pengetahuan tentang masa depan hanya milik Allah SWT. Dan untuk itu jalan satu-satunya bagi mereka yang beriman adalah dengan meminta bantuan Sang Pencipta yang Maha Mengetahui apa yang terjadi di masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.

Shalat Istikharah merupakan salah satu cara untuk meminta bantuan dan pertolongan dari Allah SWT ketika kita harus memilih pilihan yang terbaik diantara beberapa pilihan yang ada. Shalat Istikharah dilakukan setelah sebelumnya berwudhu lalu shalat dua rakaat dan sesudahnya membaca Doa Istikharah. Nabi Muhammad SAW besabda "Tidak akan rugi orang yang mengerjakan istikharah dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah."

Setelah melakukan shalat Istikharah lalu lanjutkan dengan melaksanakan keputusan yang menurut ia terbaik dan keputusannya itu akan diberkati oleh Allah SWT. Shalat Istikharah tidak mesti melibatkan pengalaman seseorang dengan penampakan atau lewat mimpi. Mungkin saja sebagian orang mempunyai 'penglihatan' atau merasa terdorong dengan hati nuraninya untuk melangkah ke suatu arah tertentu. Sumber
*****

Doa setelah shalat istikharah (diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdillah r.a dalam Sahih Bukhari)

((اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ)).

Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepadaMu dengan ilmu pengetahuanMu dan aku mohon kekuasaanMu (untuk mengatasi persoalanku) dengan kemahakuasaanMu. Aku mohon kepadaMu sesuatu dari anugerahMu Yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebut persoalannya) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku atau Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
"…di dunia atau akhirat- sukseskanlah untukku, mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkan persoalan tersebut, dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaanMu kepadaku."
Sumber

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEie8IAIsaHEZBIlu6tdobx4JOR_yQvOhQ0jtUNp5m-shDHoeQC4XNyXvIP-OBJXjRvVYRUq2tNdUrgrVV6LvM5Sq0dsNygYOlLXEWjlC6M7jKbU4mla1uyMxA3wj1njhRUn1AYfThU6nOg/

Wê-Zëd

"Jam ± 05.00 – 05.30 bangun pagi lalu (biasanya lanjut kegiatan MCK, baru->) sholat shubuh, Jam ± 07.15 – 07.20 waktu berangkat ke kantor, Jam ± 12.15 – 13.30 ISHOMA (Istirahat, Sholat Dzuhur, Makan), Jam ± 15.30 (Sholat Ashar di kantor bila memungkinkan), Jam ± 16.00 – 17.00 (pulang ke rumah lanjut ISHOMA), Jam ± 17.45 – 18.30 (kegitan MCK, lanjut) Sholat Maghrib, selanjutnya santai nonton TV sambil ngemil atau makan lagi, Jam ± 19.30 – 20.00 Sholat Isya’, menyambung nonton TV dan lainnya, sekitar Jam ± 22.00 – 23.30 merebahkan diri untuk tidur dan melanjutkan kehidupan hari berikutnya."

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak