Nasehat Pernikahan

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
 
Nasehat Pernikahan

Islam telah membuat acara (nasehat) semacam ini menjadi lebih bermakna. Umat Islam, mengikuti tradisi yang diwariskan Rasulullah Muhammad SAW memberi nasihat tidak hanya kepada mempelai yang baru menikah, tetapi juga kepada pasangan yang telah lama menikah, dan mereka yang berharap akan menikah, tentang peranan, hak dan kewajiban dari pasangan suami-istri. Nasihat ini diberikan karena sebuah keluarga sangat penting dalam pandangan Allah SWT. Sebenarnya, topik yang dibahas dengan sangat terperinci didalam Al-Qur’an adalah kehidupan berkeluarga. Keharmonisan keluarga membentuk lingkungan masyarakat yang lebih baik dan sebagai akibatnya menentukan kualitas kehidupan di masyarakat.

Pertama-tama, puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menciptakan lembaga pernikahan yang suci ini. Allah SWT berfirman:“Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah” (An Nisa' 28) Jika kita disuruh untuk tetap melajang selamanya, pastilah akan sangat berat untuk menjalaninya dengan cara apapun juga. Allah SWT tidak hanya menciptakan lembaga suci pernikahan melainkan juga sangat mendorong kita untuk melangsungkan pernikahan sesegera mungkin. Sungguh hal ini adalah jalan keluar yang sangat melegakan agar manusia bisa mengatasi kelemahannya. Nikah membantu kita menahan diri dari godaan badaniah. Dengan menikah, dua orang yang masih asing satu sama lain, mengikatkan diri mereka untuk segera menumbuhkan perhatian, kasih, kepedulian, simpati, ketulusan, dan cinta di antara mereka berdua. Hal ini selanjutnya memperkuat rasa saling menghargai dan saling pengertian diantara keduanya. Allah SWT tidak hanya menciptakan lembaga suci ini, dijabarkanNya tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan pernikahan. Allah SWT berfirman dalam Surat Ar-Ruum ayat 21:
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa cenderung dan tenteram kepada mereka, dan dijadikan-Nya rasa kasih-sayang diantara kamu sekalian. Sungguh pada hal yang demikian ini terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Dengan demikian tujuan atau sasaran pernikahan adalah untuk mendapatkan kedamaian, kenyamanan, dan ketenangan.


Rasa damai hanya bisa dicapai dengan jalan saling mencintai satu sama lain bukannya cinta dari salah satunya saja. Pada ayat diatas, dua kata dipakai secara berurutan untuk menekankan saling mencinta antar pasangan. Kata yang satu adalah Mawaddah dan yang satu lagi adalah Rahmah kedua kata ini berarti cinta. Ilmu bahasa menjelaskan bahwa Mawaddah bisa diartikan cinta dan gairah antara kedua pasangan ketika masih di usia muda atau di tahap awal hubungan yang menumbuhkan rasa saling tertarik diantara keduanya. Adapun Rahmah adalah cinta, kasih, dan kepedulian yang mereka miliki berdua ketika mulai menua (bertambah usia). Namun demikian, para suami-istri bisa menerapkan kedua bentuk cinta-kasih dalam waktu yang bersamaan selama berlangsungnya hubungan pernikahan mereka.

Sekarang saya akan menguraikan beberapa hak suami-istri. Kita semua punya dua macam hak. Ada hak yang kita miliki dalam hal bisnis dan transaksi perdagangan. Hak-hak ini di dijabarkan dalam kontrak bisnis. Jika hak ini tidak terpenuhi kita harus mencari penyelesaian di lembaga pengadilan setempat, dan dapat diperkuat dengan pemaksaan kewajiban membayar. Kemudian ada hak-hak antara orangtua, anak-anak, pasangan suami-istri, dan hak saudara (pertalian darah). Hak-hak ini hanya dapat dipenuhi jika kita menunjukkan cinta, perhatian, kepedulian, simpati. dan ketulusan. Tidak ada sistem peradilan didunia ini yang bisa secara adil menetapkan kepada siapa dan seberapa besar seseorang harus menunjukkan rasa cinta dan kepeduliannya terhadap orang lain. Tidak ada stetoskop atau piranti ukur yang lain untuk mengetahui besarnya cinta-kasih. Besarnya cinta-kasih seseorang hanya bisa diwujudkan jika ia memiliki rasa ta’at (patuh) kepada Allah SWT dan kesadaran untuk mempertanggung-jawabkannya di Hari Pembalasan. Maka dari itu adakalanya Nabi Muhammad SAW memberikan khutbah yang sangat singkat ini (“Itaqullah= bertaqwalah kepada Allah”).

Bertaqwa(takut)-lah atau Ingatlah kepada Allah SWT di setiap langkah dalam hidupmu. Kalimat ini dengan sendirinya sudah cukup sebagai peringatan. Sebab, ayat-ayat didalam Al-Qur’an adalah merupakan penjelasan bagi ayat-ayat yang lainnya. Nabi Muhammad SAW biasa menerangkan ayat tersebut dengan mengumandangkan ayat pertama Surat An-Nisa dalam upacara pernikahan.

Wahai Manusia, bertaqwalah kamu semua kepada Tuhan (Rabb)mu yang telah menciptakan kamu dari satu orang (Adam AS), dan kemudian dari padanya Dia ciptakan istrinya dan kemudian dari mereka berdua Dia perkembang-biakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu dengan yang lain, dan peliharalah silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Mengapa kita harus bertaqwa kepada Allah SWT? Jawaban atas pertanyaan ini adalah karena Dialah yang menciptakan kita dan keberadaan kita ini hanyalah karena Dia semata. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Insan ayat 1:
Bukankah telah berlalu suatu masa atas setiap insan dimana ketika itu ia belumlah menjadi sesuatu yang dapat disebut? Begitulah, jika seseorang berusia duapuluh tahun siapakah yang mengetahui tentang dia duapuluhlima tahun yang lalu? Bahkan Ibu-bapaknya pun tidak akan pernah tahu. Karena Allah SWT-lah yang menciptakannya. Allah SWT tidak hanya menciptakan tetapi juga menjaga dan menyediakan. Maka dari itu loyalitas kita haruslah hanya kepada-Nya semata.

Dia bisa saja menciptakan kita dengan bermacam-macam cara, tetapi diciptakan-Nya kita dari satu orang (Adam AS), untuk menunjukkan dan mengingatkan kita bahwa sebenarnya kita semua satu keluarga. Maka para anggota keluarga besar ini harus selalu menunjukkan rasa cinta, hormat, perhatian dan peduli satu sama lain. Berkaitan dengan hal ini, Islam mengajarkan kepada kita persaudaraan universal. Tidak ada agama selain Islam yang memerintahkan dan menandaskan agar pemeluknya mengamalkan persaudaraan universal sedemikian tegasnya. Sekarang saya akan menjelaskan peran dan tanggung-jawab suami-istri menurut cahaya hidayah Kitab Suci Al-Qur’an dan pengajaran Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 34:
Lelaki adalah pemimpin bagi perempuan. Ayat ini sering disalah-artikan, karena sebenarnya orang-orang mengabaikan ayat-ayat lain didalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan topik tersebut. Misalnya, ayat ini tidak berarti bahwa lelaki harus berperan sebagai diktator yang keras kepala. Allah SWT memerintahkan

Pergaulilah mereka dengan baik. Maka kita harus memperlakukan perempuan-perempuan kita dengan lembut. Allah SWT pun memerintahkan dalam surat Al-Baqarah ayat 233:

‘ Bermusyawarahlah dengan istrimu dalam urusan rumah-tangga’. Konsultasi atau musyawarah (syura) adalah bagian yang penting dalam Islam dan harus digunakan juga dalam lingkup keluarga. Sebenarnya, disini sama sekali tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan sejauh mengenai hak-hak mereka. Allah SWT berfirman dalam Al-Baqarah ayat 228:
... Dan para perempuan mempunyai hak-hak yang seimbang dengan kewajibannya ... , ini mengandung pengertian bahwa hak perempuan atas lelaki seimbang dengan hak lelaki atas perempuan. Masing-masing memiliki sebuah peran yang sangat serius sesuai dengan keberadaannya. Hanya Lelaki yang mampu menjalankan peran lelaki dengan sebaik-baiknya dan perempuanlah yang mampu menjalankan peran perempuan sebaik-baiknya. Bagaimana mungkin Allah SWT yang menciptakan kita tidak mengetahui, sedangkan Dialah (Allah SWT) yang menetapkan peran tersebut untuk kita?

Maka, dapat kita lihat bahwa lelaki memikul tugas dan tanggung-jawab secara menyeluruh, tetapi dia harus bermusyawarah dengan istrinya dan memperlakukannya secara lembut sepanjang waktu. Lelaki bisa benar-benar kewalahan akibat menetapkan putusan akhir pada suatu hal yang kemudian ternyata salah, segala sesuatunya akan berbalik menyerang dirinya. Jadi, lelakilah yang akan memikul tanggung-jawab didunia dan di kehidupan yang akan datang. Sejauh ini saya telah banyak menyampaikan perintah Allah untuk lelaki. Anda mungkin bertanya-tanya adakah perintah Allah untuk perempuan? Jawabnya: “Ya, Ada!” Contohnya, Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 34:
Perempuan shalihah adalah mereka yang menerima sepenuh hati lelaki (yang menjadi suaminya) sebagai pemimpinnya. Ia memelihara diri dan harta suaminya ketika suaminya tidak ada.

Yang dimaksud dengan harta disini adalah yang dimiliki secara fisik termasuk juga anak-anak mereka. Maka, mengemban (mendidik) anak secara Islam sangatlah penting. Karenanya, mengingat bahwa kedua kewajiban tersebut adalah tugas yang berat, Allah SWT menyatakan bahwa Dia akan menolong perempuan secara khusus untuk bisa menjalankan kewajiban ini jika mereka (perempuan) berusaha dengan tulus-ikhlas. Nabi Muhammad SAW menjelaskan ayat ini dengan sabdanya, “Istri yang terbaik adalah yang mana bila kamu memandangnya kamu merasa bahagia, ketika kamu memintanya mengerjakan sesuatu dia patuh, dan ketika kamu bepergian dia melindungi dirinya dan hartamu.” Kehidupan tidak selalu berjalan mulus. Adakalanya naik adakalanya turun. Jika anda berselisih paham (cekcok), Allah SWT berfirman dalam Surat At Thaghabun 14:
Dan jika kamu memberi maaf dan tidak memarahi, serta mangampuni mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dengan memaafkan bukan berarti anda kalah, malahan andalah pemenangnya. Karenanya, janganlah berlaku kasar atau kejam satu sama lain sewaktu menyelesaikan perselisihan.

Bahkan ada perilaku yang lebih buruk lagi yaitu, membahas perbedaan dengan saling mencela/mencaci. Sebagai contoh, Rasulullah SAW berwasiat kepada para sahabat “Janganlah kamu mencaci orangtuamu.” Dengan rendah hati para sahabat bertanya, “Bagaimana mungkin seseorang mencaci orangtuanya sendiri?” Rasulullah SAW menjawab: “Ketika kamu mencaci orangtua seseorang, kemudian mulai dibalasnya dengan mencaci orangtuamu.” Untuk menghindari terjadinya pertikaian semacam itu, Al-Qur’an memandu kita dengan cara memaafkan orang lain, lebih dari itu ditegaskan juga agar kita tidak melupakan kebaikan dan kasih-sayang yang terjalin diantara kita. Al-Baqarah ayat 237:
... Dan janganlah kamu melupakan keutamaan diantara kamu … Allah SWT menguraikan hubungan yang saling menguntungkan antar pasangan suami-istri didalam Surat Al-Baqarah ayat 187:

Istri-istrimu adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Betapa indah perumpamaan yang digunakan Allah dalam menerangkan hal hubungan suami-istri ini. Kini, ijinkan saya bertanya kepada anda, untuk apakah pakaian itu? Pakaian yang kita kenakan melindungi kita dari debu, udara panas/dingin, sengatan sinar matahari, dan sebagainya. Sama halnya dengan anda dengan pasangan anda yang satu merupakan pelindung bagi yang lain, saling mengayomi/memayungi. Pakaian menutupi cacat atau bopeng di tubuh kita. Begitupun suami-istri telah saling mengetahui cacat/kelemahan masing-masing dan harus saling menutupinya, bukannya malah membicarakan kelemahan pasangannya kepada teman dan saudara.

Pakaian dapat memperindah dan menambah daya tarik pemakainya. Serupa halnya suami-istri saling memperindah dan memperkuat daya-tariknya satu sama lain. Secara fisik, seharusnya mereka berpakaian bagus untuk pasangannya dan bukan untuk keperluan resmi (pesta, upacara, perayaan dll.) Misalnya, para suami jangan asal berpakaian sewaktu di rumah, begitupun hendaknya para istri. Lebih jauh lagi, masing-masing harus menampakkan sifat dan perilaku yang indah demi pasangannya. Jika, misalnya perempuan tidak memiliki perilaku baik, berarti begitu jugalah suaminya. Begitupun sebaliknya.

Terakhir yang tidak kalah pentingnya, pakaian adalah bagian yang terdekat dengan tubuh. Begitu pula suami-istri hendaklah saling dekat sehingga saling mengetahui rahasia pasangannya. Haruslah masing-masing menyimpan rapat-rapat rahasia pasangannya dan tetap dekat satu sama lain dengan pengertian yang tulus. Tidak dapat dibenarkan jika istri tetap sangat dekat dengan saudara-saudara dari pihaknya dan suamipun demikian keadaannya. Tidak ada kata-kata atau kalimat di buku manapun kecuali Al-Qur’an yang dapat menggambarkan dengan sangat indah, penuh perasaan, dan dengan cakupan yang menyeluruh tentang hak dan kewajiban yang saling menguntungkan antar suami-istri sebegitu ringkasnya sebagaimana ayat tadi:

Istri-istrimu adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Saya berdo’a kepada Allah SWT semoga kita diberiNya kesanggupan untuk memahami dan menerapkan pedoman ini dalam kehidupan kita. Dengan setulus hati saya mohonkan agar pengantin baru ini mendapatkan keberuntungan yang terbaik dan saya ucapkan selamat berbahagia, demikian juga dengan para orangtua dan saudara-saudara dari kedua mempelai.
Amin Allahumma Amin


Sumber : imtiazahmad.com

Wê-Zëd

"Jam ± 05.00 – 05.30 bangun pagi lalu (biasanya lanjut kegiatan MCK, baru->) sholat shubuh, Jam ± 07.15 – 07.20 waktu berangkat ke kantor, Jam ± 12.15 – 13.30 ISHOMA (Istirahat, Sholat Dzuhur, Makan), Jam ± 15.30 (Sholat Ashar di kantor bila memungkinkan), Jam ± 16.00 – 17.00 (pulang ke rumah lanjut ISHOMA), Jam ± 17.45 – 18.30 (kegitan MCK, lanjut) Sholat Maghrib, selanjutnya santai nonton TV sambil ngemil atau makan lagi, Jam ± 19.30 – 20.00 Sholat Isya’, menyambung nonton TV dan lainnya, sekitar Jam ± 22.00 – 23.30 merebahkan diri untuk tidur dan melanjutkan kehidupan hari berikutnya."

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak